Selasa, 02 Februari 2010

Definisi Al-Qur'an

1.Al Qur'an menurut bahasa.

Beberapa pendapat ulama tentang lafadz Al Qur'an sebagian mengatakan"mahmuz"/berhamzah dan sebagian yg lain mengatakan bukan mahmuz/tdk berhamzah.Diantara ulama yg berpendapat tdk berhamzah adalah Al Syafi'i Al Fara dan Al Asy'ari.

Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5[1].

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)

Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.


Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri. Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam.


Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.

Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.[rujukan?]


Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

* As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
* Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
* Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
* Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya

Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak[2]. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.

Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa pemerintahan Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:

Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

Terjemahan

Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Nama2 Al-Qur'an





Kitab yg telah diturunkan kpd Nabi Muhammad untuk disampaikan kpd ummatnya itu mempunyai beberapa nama,yaitu:
1.Al Qur'an
2.Al Kitab
3.Adz Dzikri
4.Al Furqan
5.Mubiin
6.Kariim
7.Kalaam
8.Nuur
9.Hudan
10.Rahmatan
11.Syifa'
12.Mau'idhah
13.Mubarak
14.'Aliyyun

Definisi Wahyu

Al Qur'an dgn wahyu sangat erat kaitannya,karena Al Qur'an merupakan wahyu Allah yg telah disampaikan kpd Nabi Muhammad saw,sebagaimana Allah SWT telah menyampaikan wahyu kpd Rasul sebelumnya.

Wahyu Dan Ilham

siapa yg menjaga Alquran?

Al Qur’an membuat klaim ini:

"Sesungguhnya, kamilah yang menurunkan Peringatan, dan sesungguhnya, kamilah yang menjaganya." Q15:9

Menurut para ahli tafsir Islam seperti Ibn Kathir, Peringatan ini adalah Al Qur’an karena hanya beberapa ayat sebelumnya dalam Surah yang sama kami membaca:

"Mereka berkata, ‘Kamu, yang Peringatan diturunkan, kamu sesungguhnya telah dirasuk'." Q15:6

Umat Islam berkata bahwa, “Kamu, yang Peringatan diturunkan,” mengacu pada Muhammad dan karena itu Peringatan yang disebut di sini pasti adalah Al Qur’an. Umat Islam menyimpulkan bahwa ini adalah janji Allah bahwa Al Qur'an tidak dapat dicemarkan dan "dijaga secara akurat hingga saat kini".

Sebagian apologis Kristen menyatakan bahwa Peringatan ini mengacu pada firman Allah, termasuk yang diwahyukan dalam Alkitab. Umat Islam biasanya menolak klaim ini dan mengatakan bahwa Allah hanya menjaga Al Qur’an. Dengan mempertimbangkan segala yang dikatakan Al Qur’an tentang Kitab Suci orang Yahudi dan Kristen, kita dapat berargumen kuat bahwa Al Qur’an mengasumsi (menganggapi) bahwa orang-orang Yahudi dan Kristen sungguh memiliki wahyu yang asli dan tidak tercemar (lihat artikel ini). Namun, karena umat Islam sering kali tidak mahu menerima argumen ini, tujuan tulisan ini adalah menunjukkan bahwa posisi mereka menyebabkan serangkaian masalah logika yang serius. Karena itu, demi argumentasi saya akan mengikuti klaim umat Islam ini, dan menelaah apakah kesimpulan dari penafsiran ini jikalau dikaji dengan keyakinan-keyakinan Islam yang lain.

Di ayat-ayat lain pula, Al Qur’an membuat klaim ini tidak dapat dicela:

Yang tidak datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Q41:42

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Q4:82

Pada saat yang sama, umat Islam percaya bahwa ada ayat-ayat di dalam Al Qur’an yang mengatakan bahwa Wahyu-Wahyu yang lebih awal kononnya sudah tercemar:

"Hai rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi, (Orang-Orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong, - dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan, 'Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah; dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah!' Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar," Q5:41;

lihat pula Q3:78, Q2:79, Q4:46 and Q5:13.

Akan tetapi, Al Qur’an memerintahkan umat Islam untuk percaya kepada Wahyu-Wahyu yang lebih awal:

Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Q2:4

Rasul (Muhammad) telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan) :

“Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa) : “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Q2:285

Katakanlah : “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub, dan anak-anaknya dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri”. Q3:84

Wahyu-Wahyu yang lebih awal termasuk antara lain:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerang)" ... Q5:44

"Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh." Q21:105

"Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerang), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa." Q5:46

Berikut ini adalah ringkasan dari klaim-klaim Al-Qur'an yang disajikan sejauh ini:

1. Al Qur’an terpelihara.
2. Wahyu Allah sebelum Al Qur’an termasuk Kitab Taurat, Zabur, dan Injil.
Kitab-Kitab ini merupakan bagian yang besar dari Alkitab.
3. Al Qur’an, Kitab Taurat, Zabur, dan Injil semuanya adalah Firman Allah.
4. Firman Allah tidak pernah berubah.
5. Wahyu-Wahyu sebelum Al Qur’an 'sudah tercemar'.
6. Walaupun umat Islam percaya bahwa Kitab-Kitab sebelumnya ini adalah Wahyu asli dari Allah, namun mereka harus hanya mempercayai Al Qur’an sebagai wahyu yang terakhir dan satu-satunya yang terpelihara.

Kita sekarang akan menangani logika ini:

1. Al Qur’an, Kitab Taurat, Zabur, dan Injil semuanya adalah Firman Allah.
2. Kitab Taurat, Zabur, dan Injil yang sekarang sudah 'tercemar'.
3. Firman Allah yang terakhir, Al Qur’an, terpelihara.

Kesimpulan pertama: Sebagian Firman Allah tercemar.
Kesimpulan kedua: Sebagian Firman Allah terpelihara.

Berdasarkan generalisasi di atas kita dapat membuat argumen-argumen di bawah ini sebagai kesimpulan:

Dasar pikiran utama: Sebagian Firman Allah tercemar.
Dasar pikiran kedua: Al Qur’an adalah Firman Allah.
Kesimpulan: Al Qur’an mungkin tercemar.

Atau kita dapat melakukannya dengan cara lain:

Dasar pikiran utama: Sebagian Firman Allah terpelihara.
Dasar pikiran kedua: Kitab Taurat, Zabur, dan Injil adalah Firman Allah.
Kesimpulan: Kitab Taurat, Zabur, dan Injil mungkin terpelihara.

Masalah Utama

Karena Allah memperkenankan Wahyu-Wahyu-Nya yang lebih awal untuk dicemarkan oleh manusia yang lemah, maka disimpulkan salah satu asumsi di bawah ini tentang Allah:

1. Allah adalah Tuhan yang lemah; Ia tidak dapat melindungi Wahyu-Wahyu-Nya yang lebih awal. Allah makin lama menjadi makin berkuasa, karena konon Ia sekarang mampu melindungi wahyu-Nya yang terakhir, Al Qur’an.

2. Allah tidak peduli bahwa orang-orang disesatkan oleh wahyu-wahyu palsu. Namun Ia tetap akan menghukum orang-orang dengan api neraka karena mereka mengikuti Wahyu yang tercemar sekalipun mereka mungkin tidak menyadari bahwa Allah memperkenankannya untuk dicemarkan. Itu berarti Allah tidak adil.

Berdasarkan kesimpulan di atas, bagaimana kita dapat percaya bahwa Al Qur’an terpelihara jika tiga Wahyu lainnya tercemar? Bagaimana seseorang dapat percaya bahwa Allah tidak gagal melindungi wahyu-Nya yang konon terakhir, Al Qur’an, padahal Ia terlalu lemah untuk mencegah pencemaran Wahyu-Wahyu-Nya yang lebih awal?

Mungkin Allah perlu mengirim wahyu yang kelima? Mungkin Ia sudah menurunkan buku kelima ini, dan ini adalah wahyu yang diberikan kepada Baha’ullah, pendiri kepercayaan Baha’i?

Lebih penting lagi, bagaimana umat Islam Islam merekonsiliasi posisi mereka dengan klaim Allah di dalam Al Qur’an bahwa “tidak ada perubahan firman Allah”?

Umat Islam, anda harus membuat keputusan dan memilih salah satu alternatif ini:

1. Al Qur’an terpelihara dan Wahyu-Wahyu yang lebih awal adalah tercemar. Dalam kasus ini, Allah adalah lemah atau tidak adil. Itu satu-satunya penjelasan untuk pemeliharan Al Qur’an dan pencemaran Wahyu-Wahyu-Nya yang lebih awal.

2. Al Qur’an tercemar seperti Wahyu-Wahyu lain. Maka anda sebaiknya tidak membaca Al Qur’an karena anda tidak membaca Wahyu-Wahyu lain yang tercemar, atau mungkin anda sebaiknya membaca Wahyu-Wahyu lain yang tercemar, sama seperti anda juga bertekad membaca Al Qur’an yang tercemar.

3. Al Qur’an terpelihara, dan Wahyu-Wahyu yang lebih awal juga terpelihara. Itu berarti anda sebaiknya membaca sendiri Wahyu-Wahyu otentik ini (AlKitab/Bibel/Kitab Suci Injil).

4. Al Qur’an tercemar namun Wahyu-Wahyu yang lebih awal adalah terpelihara. Jelas, anda sebaiknya meninggalkan Al Qur’an dan membaca AlKitab/Kitab Suci Injil.

Tunggu sebentar, saya belum selesai.

Kalau anda memilih jawaban nomor 3, maka anda akan menghadapi masalah lain. Al Qur’an juga menkontradiksi Wahyu-Wahyu yang lebih awal ini dalam banyak hal penting. Itu berarti bahwa Al Qur’an adalah wahyu palsu yang tidak mungkin berasal dari Allah karena Allah tidak membuat kerancuan. Ia tidak mungkin menurunkan sebuah wahyu yang menkontradiksi atau bercanggahan dengan Wahyu-Wahyu-Nya yang lebih awal!

Jika anda tidak menyukai alternatif-alternatif ini, silahkan memberitahu saya:

Apakah yang anda pikir salah dengan pengamatan dan kesimpulan saya di atas?

Bila anda tidak dapat menerima dasar-dasar pikiran saya dan karena itu menolak kesimpulan saya, maka:

BUKTIKANLAH KEPADA KAMI BAHWA AL QUR’AN MASIH TERPELIHARA.

Anda harus melakukannya secara rasional tanpa mengutip daripada Al Qur’an karena itu hanyalah mengulangi klaim, dan bukan merupakan bukti yang kukuh, atau mencoba membuktikan bahwa Wahyu-Wahyu yang lebih awal sudah tercemar karena itu sama sekali tidak membuktikan bahwa Al Qur’an tidak tercemar, atau menyebut mujizat-mujizat 'saintifik' (yang saya anggap palsu) di Al Qur’an. Saya ingin anda menyelesaikan masalah filsafat yang digarisbesarkan di atas.

Tunjukkanlah kepada saya secara logis dan rasional bagaimana klaim umat Islam tentang Al Qur’an yang terpelihara dengan sempurna dan tuduhan mengenai pencemaran Wahyu-Wahyu Allah yang lebih awal bukan merupakan suatu penghinaan kepada keadilan Allah yang sempurna dan kuasa-Nya yang agung.

Kemungkinan Rasul Menerima Wahyu

Perbedaan Wahyu Yg Berupa Al-Qur'an Dgn Hadits Qudsi

Hikmah Adanya Dua Macam Wahyu

Senin, 01 Februari 2010

AL-QUR'AN DAN WAHYU

Al-Qur'an adalah wahyu Allah yg telah diturunkan kpd Nabi Muhammad SAW.Sebagai kitab suci terakhir utk dijadikan petunjuk dan pedoman hidup dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan hidup di akhirat.Al Qur'an adalah sumber pokok dan mata air yg memancarkan ajaran2 islam.

Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya bahwa Al-Qur'an itu memberi petunjuk kpd jalan yg lebih lurus dan memberi khabar gembira kpd org2 beriman yg berbuat kebajikan.Bahwa mereka itu memperoleh pahala yg sangat besar."
(Q.S Al Isra' :9)